Hai, aku Fusionada, ya, hanya itu tak ada kepanjangannya. Tapi, walau begitu, aku tetap senang dengan nama ini, ya, hitung-hitung nama ini tak terlalu merepotkan untuk ku tulis di LJK ku. Aku adalah anak satu-satunya. Akan ku perkenalkan kalian dengan keluargaku.
Bapak Munawar Barack, ia adalah ayahku, ayah terhebat sepanjang masa, sejagat raya, sealam semesta. Hahaha, mungkin terlalu berlebihan, tapi dia benar-benar hebat. Dia yang mengurusku sejak umurku 2 tahun. Harap maklum, orang tuaku bercerai saat aku berusia segitu.
Ayahku itu pengertian dan gak canggung. Saat aku mengalami hari pertama menstruasi, Bapak Munawar-ku dengan sigap membeli beberapa roti khusus wanita. Tapi, ya, namanya juga laki-laki, mana ngerti dia soal ukuran atau merk mana yang bagus. Gak hanya itu, ayahku juga rela jadi punggung tempatku bersandar saat aku merasa dunia mulai jahat, ya, walau sesekali ada air mata.
Eh! Yang tak boleh kau lupa, ayahku itu orangnya diam-diam melakukan.
[ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ]
"Sudahlah, Nda. Bingung kali ayahmu ini kalau kau nangis. Hentikanlah air matamu, Nda." katanya saat aku curhat tentang si Refat (mantanku yang menyesal menyakitiku). By the way, dia memang suka berlogat aneh saat aku curhat atau menangis.
"Nda, gak mau masuk sekolah besok." kataku yang saat itu masih kelas 10.
"Eh, sapa pula yang izinkan kau bolos? Besok Bapak Munawar yang akan mengantarmu ke sekolah." sambil mengganti channel tv.
Keesokan harinya, saat si Bapak Munawar menjemputku pulang juga, Tessa, teman sekelasku menarik tanganku ke arah koridor sekolah.
"Ayahmu tadi kulihat ada di kantin. Dia duduk disebelah Refat, Nda. Sambil makan mie ayam juga!" katanya sambil heran.
"Hah? Masa sih? Ya bagus dong, biar dia kenal juga." kataku yang heran dan kaget tapi berlagak biasa aja.
"Lho, kok kamu biasa aja? Aku tuh liat banget kalau muka Refat itu panik, Nda." katanya tambah heran.
"Kan baru pertama kali ketemu, jadi ya agak canggung lah ya." kataku dengan acting ku.
"Hih, kamu ini! Yaudah deh, aku pulang duluan." sambil pergi meninggalkanku dengan muka masam.
[ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ]
"Ayah, ngapain di kantin sama Refat?" kataku sambil mencium tanganya.
"Abis ngobrol santai aja." katanya sambil masuk mobil.
"Aku denger dari Tessa muka Refat panik."
"Ayah cuma bilang, kalau kamu semalam menangis karena dia."
"Hah? Kenapa ayah harus bilang sih?" kataku sebal
"Terus ayah bilang, kalau dia gak boleh deket-deket kamu lagi, nanti nangis lagi. Lah, ayah mana tega anaknya nangis gara-gara orang lain. Wong, ayahmu ini mati-matian bahagiain kamu, eh, dia malah seenaknya nangisin kamu."
Aku tak menjawab apapun pernyataan ayah, aku hanya menangis dan memeluknya erat. Ia tahu benar tentang anaknya yang suka merepotkan ini.
[ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ]
Ya, itu cuma sebagian kecil cerita tentang ayah. Kalau kau bertanya tentang ibu, hhmm, aku tak tahu kabarnya. Lagi pula, ia tak memberi kabar. Walau sebenarnya, aku kadang suka iri dengan mereka yang bisa bersamaan dengan ibunya. Atau bahkan, menggunakan baju yang sama. Eits! Tapi, aku pernah menangis karna ini. Dan esoknya ayahku membelikan dua baju warna pink kesukaanku. Satu untuk dia dan satu untukku. Dan kami memakainya saat pergi ke Puncak! Hahahahaha, sudah ku bilang bukan, ayahku itu hebat!
Bapak Munawar Barack, ia adalah ayahku, ayah terhebat sepanjang masa, sejagat raya, sealam semesta. Hahaha, mungkin terlalu berlebihan, tapi dia benar-benar hebat. Dia yang mengurusku sejak umurku 2 tahun. Harap maklum, orang tuaku bercerai saat aku berusia segitu.
Ayahku itu pengertian dan gak canggung. Saat aku mengalami hari pertama menstruasi, Bapak Munawar-ku dengan sigap membeli beberapa roti khusus wanita. Tapi, ya, namanya juga laki-laki, mana ngerti dia soal ukuran atau merk mana yang bagus. Gak hanya itu, ayahku juga rela jadi punggung tempatku bersandar saat aku merasa dunia mulai jahat, ya, walau sesekali ada air mata.
Eh! Yang tak boleh kau lupa, ayahku itu orangnya diam-diam melakukan.
[ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ]
"Sudahlah, Nda. Bingung kali ayahmu ini kalau kau nangis. Hentikanlah air matamu, Nda." katanya saat aku curhat tentang si Refat (mantanku yang menyesal menyakitiku). By the way, dia memang suka berlogat aneh saat aku curhat atau menangis.
"Nda, gak mau masuk sekolah besok." kataku yang saat itu masih kelas 10.
"Eh, sapa pula yang izinkan kau bolos? Besok Bapak Munawar yang akan mengantarmu ke sekolah." sambil mengganti channel tv.
Keesokan harinya, saat si Bapak Munawar menjemputku pulang juga, Tessa, teman sekelasku menarik tanganku ke arah koridor sekolah.
"Ayahmu tadi kulihat ada di kantin. Dia duduk disebelah Refat, Nda. Sambil makan mie ayam juga!" katanya sambil heran.
"Hah? Masa sih? Ya bagus dong, biar dia kenal juga." kataku yang heran dan kaget tapi berlagak biasa aja.
"Lho, kok kamu biasa aja? Aku tuh liat banget kalau muka Refat itu panik, Nda." katanya tambah heran.
"Kan baru pertama kali ketemu, jadi ya agak canggung lah ya." kataku dengan acting ku.
"Hih, kamu ini! Yaudah deh, aku pulang duluan." sambil pergi meninggalkanku dengan muka masam.
[ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ]
"Ayah, ngapain di kantin sama Refat?" kataku sambil mencium tanganya.
"Abis ngobrol santai aja." katanya sambil masuk mobil.
"Aku denger dari Tessa muka Refat panik."
"Ayah cuma bilang, kalau kamu semalam menangis karena dia."
"Hah? Kenapa ayah harus bilang sih?" kataku sebal
"Terus ayah bilang, kalau dia gak boleh deket-deket kamu lagi, nanti nangis lagi. Lah, ayah mana tega anaknya nangis gara-gara orang lain. Wong, ayahmu ini mati-matian bahagiain kamu, eh, dia malah seenaknya nangisin kamu."
Aku tak menjawab apapun pernyataan ayah, aku hanya menangis dan memeluknya erat. Ia tahu benar tentang anaknya yang suka merepotkan ini.
[ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ][ ]
Ya, itu cuma sebagian kecil cerita tentang ayah. Kalau kau bertanya tentang ibu, hhmm, aku tak tahu kabarnya. Lagi pula, ia tak memberi kabar. Walau sebenarnya, aku kadang suka iri dengan mereka yang bisa bersamaan dengan ibunya. Atau bahkan, menggunakan baju yang sama. Eits! Tapi, aku pernah menangis karna ini. Dan esoknya ayahku membelikan dua baju warna pink kesukaanku. Satu untuk dia dan satu untukku. Dan kami memakainya saat pergi ke Puncak! Hahahahaha, sudah ku bilang bukan, ayahku itu hebat!

Hahahahahahha lucuuuuu i know i know 😂😂😂😂
ReplyDelete